Payung Hukum Jurnalis Mendesak Ditegakkan: Antara UU Pers dan Ancaman Kriminalisasi

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Payung Hukum Jurnalis Mendesak Ditegakkan: Antara UU Pers dan Ancaman Kriminalisasi

JAKARTA, Batang Hari- Perlindungan hukum bagi jurnalis di Indonesia, yang secara fundamental diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kembali menjadi sorotan nasional. Meskipun UU Pers menjamin kemerdekaan pers dan hak jurnalis untuk mencari serta menyebarluaskan informasi, maraknya kasus kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap jurnalis menunjukkan bahwa implementasi perlindungan tersebut masih menghadapi tantangan serius.

Ketentuan utama, seperti Pasal 8 UU Pers yang menegaskan jaminan perlindungan hukum bagi wartawan dalam melaksanakan profesinya, dan Pasal 2 yang menjamin kemerdekaan pers, merupakan benteng utama kebebasan pers di Tanah Air. Namun, berbagai kasus belakangan ini, termasuk penjeratan jurnalis dengan pasal-pasal “karet” seperti dalam UU ITE, dinilai telah mencederai semangat UU Pers.

Mekanisme Perlindungan: Peran Kunci Dewan Pers dan Hak Tolak

Dalam menghadapi ancaman profesional, jurnalis memiliki hak dan mekanisme perlindungan yang jelas. Salah satunya adalah Hak Tolak, sebuah hak istimewa yang dimiliki jurnalis untuk merahasiakan identitas narasumber demi melindungi keselamatan mereka. Hak ini sangat krusial dalam pemberitaan investigatif, terutama yang mengungkap kasus sensitif.

Sementara itu, Dewan Pers memegang peran sentral sebagai wasit dan fasilitator perlindungan. Jika seorang jurnalis mengalami intimidasi, kekerasan, atau menghadapi gugatan hukum terkait pemberitaan, mereka dapat melapor ke Dewan Pers. Lembaga ini bertugas menyelesaikan sengketa pers melalui mekanisme mediasi dan memberikan rekomendasi hukum kepada aparat penegak hukum.

“Dewan Pers berkewajiban memfasilitasi perlindungan agar jurnalis dapat bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik tanpa rasa takut. Sepanjang jurnalis bekerja dengan itikad baik dan sesuai standar profesionalisme, mereka seharusnya mendapatkan kekebalan hukum dan penyelesaian sengketa melalui mekanisme UU Pers, bukan melalui jalur pidana umum,” ujar seorang pakar hukum pers, dikutip dari keterangan [RRI.co.id].

Ancaman Kriminalisasi dan Urgensi Penegakan Hukum

Data dari organisasi jurnalis menunjukkan bahwa serangan dan kekerasan terhadap insan pers masih sering terjadi. Tingginya angka kasus kekerasan, baik fisik maupun non-fisik, serta upaya kriminalisasi melalui pasal pencemaran nama baik, menguatkan urgensi untuk mempertegas payung hukum jurnalis.

Aliansi jurnalis mendesak agar seluruh elemen penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga kejaksaan, wajib mematuhi UU Pers sebagai lex specialis (hukum khusus) dalam sengketa pers. Hal ini bertujuan untuk mencegah kriminalisasi yang kerap membungkam kritik dan menghalangi fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi.

Kesadaran akan pentingnya peran pers dalam memenuhi hak publik atas informasi mendasari tuntutan agar perlindungan hukum tidak hanya berhenti di tataran undang-undang, tetapi benar-benar diimplementasikan di lapangan. Hanya dengan jaminan keamanan dan kemerdekaan penuh, jurnalis dapat menjalankan tugasnya secara independen, memastikan transparansi, dan menjaga akuntabilitas publik.

Apakah langkah-langkah penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis sudah cukup tegas untuk menumbuhkan efek jera dan menjamin keamanan kerja jurnalis ke depannya?

Follow me!

Reporter: admin